Menjadi
ustadz bagian dari Majelis Assatidz, Apakah Pilihan atau dipilih?
Bergelar ustadz, apakah pantas
bagi diriku? Mengurus diri sendiri saja aku belum beres. Kok bisa-bisanya aku
dipanggil ustadz? Apakah karena sudah menjadi bagian dari Majelis Assatidz,
terus sudah bisa dipanggil ustadz? Ustadz apaan aku ini? Menda’wahi diri
sendiri pun kadang aku belum bisa. Menda’wahi keluarga sendiri saja aku masih
belum bisa. Bagaimana mau menda’wahi orang? Meskipun ada ucapan Nabi, ‘sampaikanlah oleh mu walau satu ayat’. Tapi
bagi ku itu bukan berarti orang lantas otomatis bisa dipanggil ustadz. Mimpi
apa aku ini? Apalagi belakangan aku sendiri sudah jarang datang
ke-Majelis-majelis ku. Beginikah seorang yang bergelar ustadz? Hehe…he…he… lucu
rasanya! Jadi senyum-senyum sendiri aku dibuatnya.
Sepertinya aku sudah terlanjur
masuk kedalam mejelis ini. Ini memang bukan pilihan ku. Tapi aku menganggap
Allah swt sendirilah yang memilihku. Lewat teman satu jama’ah. Tapi bukan Guru
ku sendiri yang memilih. Belakangan aku semakin malas untuk mengikuti kegiatan
majelis-majelis ku. Ada apa dengan ku? Begitulah pertanyaan yang sering kali
mengiang-ngiang dikepala ku. Rasanya aku ingin mengundurkan diri saja dari
majelis assatidz ini. Aku muak, dengan diri ku sendiri, yang kadang-kadang
tidak bisa berbuat banyak di majelis assatidz ini. Itulah sebabnya, aku merasa
bukan disini. Jiwa ku bukan disini. Awalnya aku hanya sekedar mengikuti ucapan
teman ku. Tanpa samasekali memikirkan dan menimbangnya dengan penuh kesadaran.
Apakah aku cocok menjadi ustadz. Aku memang sudah melaksanakan SULUK KHUSUS
sebanyak tiga kali. Tapi apakah itu sudah bisa digelar ustadz. Aneh sekali
rasanya. Bukankah ustadz itu artinya menurut orang-orang awam, adalah orang
yang pandai berceramah, khususnya ilmu agama, kepada orang lain. Atau bisa
disebut sebagai Guru. Karena kata ini kan berasal dari bahasa Arab, yang
artinya Guru. Kalau orang yang sudah bergelar ustadz, biasanya orang ini sudah
memiliki ilmu agama yang cukup tinggi dan mumpumi dibidangnya. Bukankah begitu?
Lha…kalau aku? Akh ... rasanya, jauh panggang dari api. Apalagi, ilmu agama ku pun
hanya setengah-setengah. Memang belum bisa dibilang ustadz lah diri ini. Lebih
baik aku mengundurkan diri saja dari majelis assatidz ini. Tau dirilah! Ya…Allah,
meskipun ini bukan pilihan ku, tapi Aku sendiri merasa ini bukan jalanku. Jiwa
ku bukan disini. Aku hanya Guru biasa saja. Guru yang sekedar guru untuk
menyampaikan ilmu yang aku miliki. Tapi bukan persoalan Agama. Aku hanya guru
bahasa inggris. Bukan ustadz yang mengurusi da’wah dibidang agama. Meskipun aku
tau, kewajiban da’wah untuk menyebarkan ISLAM adalah kewajiban setiap muslim.
Ya…Allah, haruskah aku mengundurkan diri? Ya…Allah apakah ini sebuah panggilan
ataukah ini hanyalah nafsu setan yang menyelinap didalam hati dan pikiran ku? Kalau
aku memang dipilih, dimana peran ku? Bagaimana aku harus berperan? Kemana aku
harus membawa gelar ustadz ini, bukankah semuanya nanti akan dipertanggung
jawabkan? Ya…Allah, sudah cukup rasanya beban ini, Engkau juga telah memilih
dan membebankan aku menjadi seorang PELATIH di Al-Mu’min, kemudian menjadi Wakil
Bendahara di Yayasan Al-Mu’min, kemudian menjadi ketua Koordinator bidang
pembinaan Amalan-amalan dan Pengukuhan di majelis-majelis, entah apa lagi
nantinya yang akan Engkau bebankan kepada ku ini. Aku seperti orang serakah
saja! Hiks…hiks…hiks… belum lagi persoalan dunia, Engkau jadikan aku seorang
Guru Bahasa Inggris. Yang sekarang sudah hampir menjadi PNS. Yang Ini merupakan
pilihan ku sendiri dan yang sering aku berdoa kepada-Mu. Padahal ini belum
tentu baik bagi Mu, atau dihadapan-Mu. Namun aku masih punya NIAT, disinilah
aku insyaAllah akan berusaha berjuang untuk Al-Mu’min. Ini mungkin sudah
konsekwensi yang harus aku tanggung. Aku juga sudah berjanji dan bersumpah
dalam kepengurusan Yayasan. Tapi di Majelis Assatidz kan, tidak ada sumpah
segala macam. Lagi pula, dulu Guru ku pernah mengatakan, kalau tidak hadir
selama 3 kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas, maka dicoret saja dia
dari majelis assatidz’. Nah, aku sendiri malah sudah lebih dari 3 kali. Jadi
mungkin aku memang sudah tersingkir dari majelis assatidz ini. Dan memang belum
atau tidak layak untuk dipanggil ustadz, apalagi menjadi ustadz. Ya…tau
dirilah! Sekali lagi, rasanya lucu…! Hiks…hiks…hiks…! Apalagi, ada kawan jama’ah
yang mengatakan, ‘kita menginginkan orang-orang yang berkualitas’ Lha…aku, kualitasnya
dimana coba? Ya…Allah, dengan mengucap ‘Bismillah…aku mengundurkan diri dari
Majelis Assatidz ini’ mudah-mudahan ini bukan keputusan dari hawa nafsu ku. Mudah-mudahan
ini merupakan panggilan jiwa ku yang sesungguhnya. Bahwa ternyata, da’wah ku
bukan disini. Ada disisi lain, yang belum muncul dan masih belum ku temukan,
dimana dan kapan itu terjadi, mudah-mudahan ia menjadi sesuatu yang benar?’
Karena ini merupakan tanggungjawab yang harus dipertanggungjawabkan nanti
diakhirat, dihadapan pengadilan Mu, Ya…Allah, bukankah begitu Ya…Allah? Maka
sungguh aku takut, kalau aku tidak mampu untuk menjalankan Amanah mu, ini,
meskipun aku sendiri tidak memintanya. Janganlah Engkau murkai keputusan ku
ini. Jangan pula Engkau marah Ya…Allah, jangan pula Engkau katakan aku ini
tidak mensyukuri karunia Mu, sebagaimana dulu, yang pernah terjadi ketika
terjadi proses rohani pada diri ku. Amin Ya…Allah!
Anonim
b\R
Comments